Salam Bataviase | Monas | JalanKesohor | MakanMinum | Belanja | Clubbing | Pentas | Kolom | Musik | Film | Zenith | MuseumGaleri | Kolom | PusatBudaya | Kolom | IlustrasiPuisi | CoverStory | KotaToea | Kolom | LembagaNegara | CalonGubernur | LembagaDKI | WorldMayor | Pencerahan | Expo | BataviaseSpecials | Iboekoe | Buku | Rohani | KoranIbu | Terapi | Rekreasi | Transportasi | Frontpages | HealthBeauty | LivingInJakarta | SleeplessJakarta | 24 Jam | Kotakatikotak |

| ”Doel, sekali-kali jadi gubernur Jakarta.” | Balet adalah Agama Saya | Surat dari seorang Rasta | Musik, Vespa, dan Wanita |

| Aku akan bikin skenario besar Jakarta | Gue ingin reggae Indonesia go internasional! | Bila Meneruskan Rencana Ali Sadikin, Saya Percaya… |

Salam Bataviase | Monas | Belanja | MakanMinum | KotaToea | JalanTersohor | Clubbing | JavaJazz | Gelar Musik | Pentas | Film | Rohani | PusatBudaya | Pameran | Zenith | Terapi | CoverStory | Buku | IlustrasiPuisi | Expo | Pencerahan | LembagaSwadaya | LembagaNegara | LembagaDKI | CalonGubernur | WorldMayor | BataviaseSpecials | LivingInJakarta | TourTravel | Rekreasi | KoranIbu | Nagara | Ibuku | EsaiFoto | Transportasi | FrontPages | 24Jam | SleeplessJakarta | Kotakatikotak |

SalamBataviase | ToursTravel | MakanMinum | JalanTersohor | Clubbing | PentasMusik | Buku | Zenith | GelarFilm | SeniBudaya | Pencerahan | CoverStory | KisahIlustrasi | LembagaNegara | LembagaDKI | Gubernur | LembagaSwadaya | BataviaSpecials | KoranTua | HealthBeauty | Rekreasi | Transportasi | Belanja | Lelang | Expo | LivingInJakarta | Rohani | 24jam | ZeroWaste | Otakatikotak |

Salam Bataviase | SeniBudaya | Film | MakanMinum | Belanja | JalanTersohor | LembagaNegara | KotaToea | KoranTua | Zenith | Gubernur | LembagaDKI | KisahIlustrasi | Rekreasi | TourTravel | Lelang | Expo | Pencerahan | HealthBeauty | Rohani | RadioTV | FrontPages | 24jam |

Kenapa Bataviase Nouvelles | FirstLook | Bisnis | Pleasure | SeniBudaya | Expo | Belanja | Festival Schouwburg | Lelang | HealthBeauty | SelfImprovement | KotaToea | Kisah | TempoDoeloe | Zenith | Rekreasi | TourTravel | 24jam | Rohani | RadioTV | FrontPages

12 Desember 2006

Bila Meneruskan Rencana Ali Sadikin, Saya Percaya…

Adolf Heuken adalah sejarawan kelahiran Jerman yang banyak meneliti dan menulis sejarah Jakarta. Saat membicarakan masalah kota tua dan revitalisasinya, kritik dan pendapatnya mengalir lancar. Di hari pertama bulan Desember, jurnalis Bataviase Nouvelles, Basilius Triharyanto, mewawancarainya. Berikut laporannya :
03f-heuken.jpg

Rambutnya memutih. Kaca mata tebal. Kaos berkerah dengan celana kain panjang. Dari ruang tengah ia membuka pintu dan mengajak saya ke kamar kerjanya.
Lampu penerang di atas meja tetap menyala. Kertas-kertas kerja dan data berserakan. buku-buku menumpuk kurang rapi. Kaca pembesar masih tergeletak di atas meja, tepat di dekat tape recorder saya.

Adolf Heuken sedang menyelesaikan revisi sebuah buku untuk edisi ke 7. Sejak pagi itu, ia menulis. Siaw Ni, pegawainya selalu sampaikan Pater masih menulis tidak bisa diganggu. Tepat pukul 10.30, sesuai janji, saya mulai menghidupkan tape recorder. Dan suara tegas, berapi-api, membuka wawancara di rumahnya di Jalan Muhamad Yamin, Jakarta.

Bagaimana Anda melihat kota tua dari masa ke masa?
Kalau saya lihat kota, yang dulu disebut Batavia, dan sesudah saya kumpul bahan dari abad-abad sebelumnya, saya melihat bahwa kota ini mengalami perubahan besar. Dulu abad 17 dibangun lebih bagus. Tapi karena kota ini tetap di pantai dan karena nyamuk timbul pada awal abad ke 18, orang tinggalkan Kota karena terlalu banyak yang mati. Orang tinggalkan Kota dan hanya menjadi tempat kerja. Orang pindah ke Selatan ke Hayam Wuruk dan ke Gajah Mada. Dan akhirnya ke Weltebreden (sekarang Jakarta Pusat).
Pada abad 20, Belanda menghidupkan kembali Kali Besar. Kantor-kantor dan tempat usaha lain dibangun dan daerah itu tidak jadi tempat tinggal lagi. Daerah hunian pindah ke di Glodok dan Pinansia di sebelah Selatan, yang kemudian menjadi pusat usaha, bisnis, dan administrasi.
Masa 1950-an Kota Praja Jakarta ditelantarkan, terkecuali gubernur Ali Sadikin. Ia adalah satu-satunya gubernur yang punya perhatian terbaik dan nyata. Setelah Ali Sadikin mundur, Kota jadi terlantar.
Saya tahu ada pihak swasta yang merasa kota tua adalah satu aset Jakarta, sehingga harus direvitalisasi lagi. Saya harap direvitalisasi dengan baik. Gedung sejarah, museum, dan perkantoran bisa hidup kalau ada usaha. Tidak bisa hidup kalau hanya dari kenangan sejarah.
Masalahnya kalau direvitalisasi, mungkin banyak bangunan lama yang dirusak karena orang tidak tahu. Atau karena mereka tak peduli, karena nafsu uang. Orang yang punya uang biasanya bukan dari Jakarta tapi dari luar. Karena itu mereka tidak tahu tentang sejarah, maka mereka sebaiknya berhati-hati kalau ingin merevitalisasi.
Revitalisasi harus direncanakan dengan baik. Saya sangsikan kemampuan DKI untuk mengawasi revitalisasi. Menurut pengalaman, DKI banyak menghancurkan gedung tua, tanpa alasan yang perlu. Sehingga dari pengalaman di masa lalu, saya sedikit kurang percaya bahwa revitalisasi dijalankan dengan baik. Tapi tidak ada jalan lain, mau tidak mau DKI harus terlibat mengawasinya. Harus juga memberi batas-batas. Semoga Gubernur yang akan datang memperhatikan kota tua itu.

Pemerintah DKI melanjutkan revitalisasi yang dilakukan oleh Ali Sadikin. Apa pendapat Anda?
Kalau itu benar rencana Ali Sadikin dilanjutkan, saya percaya. Sebab, Ali Sadikin bikin beberapa tindakan yang tepat. Memugar gedung, mengosongkan lapangan, bersihkan kali. Hal seperti ini dulu baik. Sayang, masanya tidak cukup lama untuk menyelesaikannya. Kalau DKI meneruskan pekerjaan nyata Ali Sadikin, akan menjadi baik. Saya ada harapan.

Pedestrian dari Pintu Utara Kali Besar sampai depan Cafe Batavia. Komentar Anda?
Memang daerah kanan kiri dari Kali Besar itu pusat kota Batavia. Dulu ada tempat tinggal elite. Sesudahnya menjadi daerah komersial, karena muncul bank-bank, niaga, dan bermacam usaha. Sebagian masih ada. Ada yang tua seperti Toko Merah dari abad ke-18. Di samping bangunan Toko Merah juga bangunan abad ke 18. Di belakang gedung-gedung tinggi itu ada sejarah penting di Jakarta.
Gedung-gedung lain, khususnya di sebelah timur dibangun pada abad 20 dalam gaya yang cukup penting dan cukup bermutu. Dalam masa sekarang gaya bangunan yang dulu digunakan di Belanda, dipakai di sini juga dengan penyesuaian daerah tropis.
Baik kalau dipugar dan digunakan. Gedung dipugar dan tinggal kosong is nonsense. Dipugar sesuai dengan bentuk historisnya. Tetapi sekaligus disesuaikan dengan rencana penggunaannya. Gedung itu mau dipakai untuk apa? Kan ini berbeda. Memugar gedung untuk sekolah, berbeda digunakan sebagai kantor. Dalam pemugaran gedung sekaligus dipikirkan sesudah dipugar dipakai untuk apa. Kalau hanya dipugar tinggal kosong, beberapa tahun lagi akan ditelantarkan.

Apakah sebaiknya dikembalikan fungsinya seperti pada abad 17-an?
Tidak bisa. Abad ke 17-an atau 18-an adalah daerah Kota sekaligus tempat tinggal, usaha dan administrasi. Ini tidak bisa lagi. Saya masih mengalami pada tahun 70-an semua bank, semua kantor besar pindah ke pusat Gambir atau lebih ke Selatan lagi. Dikembalikan ke sana tidak mungkin. Yang mungkin adalah usaha baru, atau cabang yang ada di pusat. Dan itu bisa akan berhasil kalau akses mudah dan cepat.
Masalahnya, lalu lintas ke kota lewat Glodok. Glodok selalu macet. Kalau mau ke Kota atau keluar dari Kota mesti ke Glodok atau lewat Mangga Dua. Selalu kena macet. Kalau kemacetan di sekitar Glodok tidak diatasi, Kota tidak akan pernah direvitalisasi. Mungkin dipugar tapi 5 tahun lagi sudah tidak berguna lagi. Berapa kali demikian. Kali Besar sudah dipugar tahun 80-an, sebentar lagi kotor dan telantar karena tidak hidup.
Orang tidak mau ke Kota untuk berbisnis atau mengunjungi tempat usaha, kalau tidak mudah ke sana. Itu masalah lalu-lintas ke kota harus diselesaikan dan harus disediakan tempat parkir. Kalau mau seperti kota di Eropa, pusat kota menjadi daerah pedestrian, lalu lintas tidak boleh masuk. Tapi di sekitarnya harus ada tempat parkir mudah dan tidak terlalu mahal. Lalu dari tempat parkir yang gampang, saya bisa menuju tempat yang saya mau.
Kedua, harus aman. Daerah Pasar Ikan tidak aman. Siapa waktu malam hari mau ke sana? Tidak ada lampu. Gelap. Masalah preman. Ini harus diatasi dulu, kalau merevitalisasi Kota. Kali Besar bau setengah mati, air terkena minyak dan segala macam kotoran. Kali Besar harus dibersihkan. Harus alirkan air yang cukup bersih.
Masih banyak masalah yang harus dipikirkan sebelum mengerjakannya. Apa DKI mau, apa DKI mampu? Ini investasi yang tidak langsung bawa untung. Jangan langsung untung, baru beberapa bulan ingin dapat duit. Tidak mungkin.
Maka harus ada rencana jangka panjang. Harus ada political will merelakan sesuatu yang berarti bagi kita walaupun tidak langsung menghasilkan untung. Orang Jakarta mau untung. Hari ini mau nanam uang, besok mau untung. Cepat. Ini tidak bisa.

Bagaimana Anda memandang bangunan tua yang difungsikan sebagai museum?
Di kota ada Museum Sejarah Jakarta, adalah sangat baik. Ada Museum Wayang, Museum Maritim di Pasar Ikan, Museum Adam Malik. Lalu di gedung Bank Mandiri mau dibuat museum lagi. Saya tidak tahu museum apa. Saya punya kesan museum di Jakarta kurang dikunjungi. Karena orang punya kesan, museum itu membosankan. Tidak menarik.
Nah, kalau mau bangun museum orang harus punya barang yang dipamerkan, sehingga orang senang ke sana. Suasana dalam museum harus benar-benar senang. Jendelanya harus terbuka, harus ada cahaya, tulisan, dan punya cara memunculkan kesan menarik pada koleksi. Malah kadang-kadang ada koleksi yang semestinya diganti.
Manajemen museum tidak mudah. Saya lihat beberapa museum kota di Eropa. Saya bisa setiap hari kesana. Begitu menarik caranya. Singapore pun punya museum sejarah. Di sana tidak banyak barang kuno, tapi replika barang kuno. Ide cara memamerkan sangat menarik. Ada efek lampu, dengan penerangan, soundsystem, ac. Sangat bagus dan penuh pengujungnya.
Kenapa di sini tidak bisa? Museum di Singapore itu gayanya menarik. Tetapi kalau museum penuh debu, tidak ada informasi-informasi yang menarik, siapa mau? Hanya anak-anak yang dipaksa ke sana untuk belajar. Semacam seni, seni mengatur museum. Mulai, sewaktu ibu Tini pengurus Museum Sejarah semakin baik. Saya harap kepala baru meneruskannya.
Museum Bahari juga cukup baik. Museum harus demikian menarik. Museum baru, misalnya museum keuangan saya tidak bisa bayangkan kalau museum keuangan menarik banyak orang. Sekali mungkin ke sana. Lalu mau apa lagi?
Mengapa bukan museum tentang perbankan dari yang detil-detilnya? Tentang peran uang. Tentang bagaimana uang menentukan hidup kita. Ini yang menyentuh kehidupan orang sehari-hari. Supaya orang lihat fungsi bank dalam masyarakat. Fungsi uang dalam masyarakat. Kalau memamerkan uang koin, this is bosen.

Sekarang ada pembangunan terowongan penyeberangan orang. Ditemukan batu-batu dan kayu jati kuno. Pendapat Anda?
Terowongan di Stasiun Beos saya dengar. Saya belum lihat ke sana. Kalau ketemu sesuatu disana sebagai pondasi. Apalagi pondasi batu dipasang atas balok, berarti biasanya abad 17. Kalau itu dari abad 17 di sana ada pintu utama dari tembok Batavia keluar dari Kota ke arah selatan, dan ada rumah sakit.

Apa indikasi dari temuan itu?
Kalau hal seperti ini ditemukan, panggil arkeolog dan sejarawan. Tentukan dulu itu apa. Lalu kalau berharga bikin dokomentasi. Nah sesudahnya tentukan apa perlu bongkar atau tidak. Tapi hanya ambil keputusan dari tahu itu apa. Masih pantas dijaga atau dibongkar?
Di kota Jerman masih ada beberapa tembok zaman Romawi. Berarti 2000 tahun yang lalu. Di sana ada sisa tembok zaman Romawi, dipasang dalam rumah baru dan ada papan dengan tulisan bagian tembok ini ada dari abad kedua atau abad pertama sesudah Masehi. Kenapa di sini tidak bisa? Di Yerusalem ada tembok masa Raja Daud, sekitar abad ke 7 sebelum Masehi dijaga dengan baik-baik dan dilengkapi dengan tulisan. Diatasnya ada sisa tembok Romawi sebelum Masehi dan sesudah Masehi. Sesudahnya ada tembok pada masa Perang Salib. Semua orang bisa lihat. Sejarah bisa dilihat dan dipegang. Orang menjadi bangga!.

Lalu jika ada temuan semacam itu, lebih baik diangkat atau ditinggal di situ?
Kadang-kadang, karena mesti harus bangun baru. Tinggalkan sedikit dari yang lama dan integrasikan dalam bangunan baru. Lalu tulis kenapa dalam bangunan baru ini ada batu-batu kuno? Tulislah ini sisa dari itu. Bisa dari gedung baru, bisa dari sisa gedung itu atau bangunan yang 200-300 tahun lebih tua dan memberikan informasi kenapa itu ada. Ini menarik dan penting.
Memang itu jalan di sebelah Selatan Stasiun Beos adalah batas Kota Batavia selama 2 abad. Waktu itu di Gambir masih ada hutan, masih adah celeng, harimau. Dan, tidak aman tinggal di situ. Kalau kita tidak punya bukti, tidak punya sesuatu untuk dilihat dan diraba sekarang orang tidak percaya. Orang tidak bisa bayangkan masa lalu. Tapi kalau dilihat di sini dulu batasnya masih ada. Di sebelah selatan ada apa, ada kebun, hutan, buaya. Ini sejarah menjadi hidup. Perkembangan bisa dilihat. Tapi kalau semua ini hilang, ya kita dicocoki dengan dongeng, dengan pahlawan-pahlawan yang tidak pernah ada.

Tindakan yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan Kota Tua?
Pertama kota sebagai keseluruhan harus dijaga, lain daripada yang lain. Kalau saya di Jakarta, tinggal di Menteng. Menteng dulu lain dari Kebon Sirih, lain di daerah Senen. Sekarang, Menteng jadi seperti Glodok. Gedung lama dibongkar, gedung tinggi dibangun, tanah hijau jadi tempat parkir. Nah, akhirnya saya tinggal di Glodok sama dengan di Menteng. Seluruh Jakarta ini sama, bosan. Sehingga Jakarta yang luas ini tidak punya kekhasan. Ini dulu Pecinan, Kampung Ambon. Ini dulu Kampung Jawa, daerah pertokoan, ini daerah rumah sakit dengan laboratorium.
Semua seperti Glodok.
Mentalitas Jakarta seperti Glodok, duit. Ya pegawai, pejabat pikir duit aja. Ini kota jadi rusak. Jadi bosan! Karena tidak punya kekhususan. Nah kota itu daerah sangat khusus di segala Jakarta. Maka Jagalah! Jagalah revitalisasi supaya orang mau ke sana. Jangan bikin semua sama rata, seperti gado-gado semua masuk. Semua sama aja. Nothing special.◊

09 Desember 2006

Salam Bataviase

Selamat jumpa Pembaca!
Absen di bulan Nopember lalu terasa menyesakkan bagi kami. Ketika Jakarta marak kegiatan penting, dari HUT Taman Ismail Marzuki, Sling Short Film Festival, JakJazz dan segudang acara lainnya, kami tidak hadir untuk membantu Anda mengatur jadwal.
Mohon beribu maaf.

Sebagai kompensasi, jumlah halaman edisi ini kami gandakan, plus beberapa enhancement.
Ada berita gembira pula, kami mendapat kehormatan dari Romo Mudji Sutrisno yang bersedia mengisi halaman-halaman di edisi ini dan edisi berikutnya. Dengan demikian kami harap Bataviase Nouvelles semakin mengena di hati dan menambah inspirasi.

Enhancement yang kami lakukan, adalah memberi “nyawa” pada data-data mati agenda dengan menghadirkan wawancara, liputan, dan tulisan-tulisan informatif.

Juga ada tambahan rubrik baru: Bataviase Specials, laporan panjang ala Bataviase Nouvelles, kali pertama ini mengenai Sinterklas, banyak informasi menarik di situ. Ada pula The Expat Pages: Living in Jakarta, khusus dari, untuk dan mengenai para expatriat; serta rubrik Zero Waste yang memberi info dan tips penting untuk memelihara lingkungan kita.

Cover Story mengupas Revitalisasi Kota Tua disertai paparan Aurora Tambunan, Adolf Heuken dan tokoh-tokoh lain yang mengenal baik Kota Tua.
Selain Natal dan Tahun Baru, Jakarta juga punya ritual lain: banjir. Di rubrik emergency, 24 Jam, kami tilik berbagai sistem pengendalian banjir, mengumpulkan tips menghadapi banjir dan informasi agenda diskusi internasional di tahun 2007.

Tidak lupa redaksi dan staff Bataviase Nouvelles menghaturkan Selamat Hari Natal, Selamat Hari Raya Idul Adha, Selamat Tahun Baru, dan selamat menyimak. Semoga termunculkan inspirasi untuk menjalani sisa tahun ini sebaik mungkin dan menyongsong tahun yang baru sesiap mungkin…

Salam Bataviase!

14 Oktober 2006

Buka Puasa di Jalan Kramat Raya Senen

Menjelang bedug Maghrib, Jalan Kramat Raya di Senen, Jakarta Pusat ini selalu riuh dan ramai. Ada “pasar kaget” yang tersohor sejak puluhan tahun lalu. Lemang, makanan khas daerah Minang untuk berbuka puasa, menjadi menu utama. Aneka masakan Padang atau masakah khas Kampung Kapau, Bukittinggi, yang paling enak di Jakarta bisa diperoleh di sini.

Area seputarnya boleh berubah dan berganti wujud, namun tenda-tenda yang dicintai para penikmat masakan Padang ini sejak 1970-an tetap hadir dengan kekhasannya sendiri. Puluhan pedagang –-mungkin ada seratus-– beberapa di antaranya baru mulai berjualan sejak 1980-an, berjejer di pinggir jalan sempit ini menjual aneka makanan dan kudapan yang benar-benar khas.

Nama makananan bergantungan merangsang fantasi yang khas Minang: Gulai Itiak Cabai Hijau, Randang Bebek Hitam, Ayam Pop, Gulai Tunjang dan lain-lain. Meja dan kursi makan ditata rapi dihiasi aneka krupuk, kripik, dan sambal. Rak-rak dipenuhi aneka makanan yang menerbitkan air liur: rendang, balado, gulai kepala ikan, sambal goreng udang, ayam panggang, bawal panggang, ikan kembung panggang hingga petai rebus, bakar, serta mentah. Bagi pembeli yang belum mengenal betul menu khas Kapau dipastikan menjadi terbingung-bingung. Semuanya begitu menggiurkan dan segera saja mengundang rasa lapar yang hebat.

Sejak jam empat sore mereka sudah mulai berjualan, masingmasing dengan makanan andalannya sendiri, melayani para pembeli yang ingin membawa pulang ke rumah makanan-makanan lezat tersebut dan berbuka puasa bersama keluarganya. Semakin mendekati menitmenit bedug magrib, jumlah pengunjung semakin ramai. Perhatikanlah, jika Anda memesan makanan lima menit sebelum bedug berkumandang, maka lima menit setelah adzan maghrib belum tentu Anda sudah menyantapnya. Begitulah riuhnya saat berbuka puasa.

Dimulai dengan makanan manis khas bulan puasa, seperti kolak, lemang (lontong ketan putih dimakan bersama bubur ketan hitam), bubur kampiun (kombinasi bubur candil, bubur sumsum, bubur srikaya, kolak pisang, kolang kaling). Usai keriuhan berbuka puasa, para pedagang di Jalan Kramat Raya ini tetap berjualan hingga watu Sahur. Jika Anda sesekali hendak makan Sahur di luar rumah, cobalah di Jalan Kramat Raya ini. Makanan khas dengan suasana yang tidak ada duanya.

Selamat berbuka puasa dan sahur bersama… | Kamilia - Indra |

09 Oktober 2006

Salam Bataviase

Edisi kedua Bataviase Nouvelles terbit pada Ramadhan 1427h. Ramadhan dan Lebaran tak semata menandakan pergiliran waktu matahari, melainkan juga telah menjadi peta laku sosial, ekonomi dan kultural umat muslim Indonesia. Betapa keduanya mampu mengubah pedalaman tersembunyi manusia sekaligus mengatur jadwal rencana agenda kita.

Ramadhan dan Lebaran mampu menggerakkan jutaan manusia dalam perasaan sama. Ia membawa kita pada rutinitas yang berbeda dengan hari-hari biasa. Lingkungan tempat kita tinggal terasa lain. Jam-jam kantor berubah. Aktivitas tak lagi sama dengan bulanbulan sebelumnya.

Maka, sebagai media yang memancang lembar-lembar halamannya berisi agenda pilihan warga, kami rasa tepat jika Ramadhan dan Lebaran menjadi sajian utama yang diperlakukan khusus dalam edisi ini. Kami mencoba semampunya untuk menampilkan senarai aktivitas yang berhubungan dengan kedua perayaan keagaaman itu.

Rubrik-rubrik dalam Bataviase kali ini sebisa mungkin lebih banyak menonjolkan sisi-sisi khasanah Ramadhan dan Lebaran. Simak misalnya, kolumnis Seno Joko Suyono mengupas dimensi musik Timur sebagai pesan spiritual yang menghunjam begitu dalam sekaligus antitesis perayaan Ramadhan di kita, terutama pada layar televisi, yang hanya menyentuh riak-riak permukaan. Dalam rubrik Kotatua, kami menampilkan salah satu masjid tua di Batavia beserta kesan-kesannya. Untuk halaman kuliner, ada satu tempat jajanan menarik yang bisa Anda kunjungi untuk berbuka puasa bersama.

Simak pula tampilan bermacam agenda yang bertautan dengan kegiatan Ramadhan dan Lebaran. Kami juga memakai kesempatan ini untuk memohon maaf jika edisi sebelumnya masih banyak kekurangan dan kekeliruan. Kami berterimakasih atas saran, kritik dan apresiasi yang cukup lumayan dari para pembaca dan mitra media serta berbagai tempat yang telah menjalin relasi sebagai pick up point Batavise Nouvelles.

Akhirnya, kami mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa dan mohonmaaf lahir dan batin…

Salam Bataviase!

09 September 2006

Edisi 05

Salam Bataviase | Monas | JalanKesohor | MakanMinum | Belanja | Clubbing | Pentas | Kolom | Musik | Film | Zenith | MuseumGaleri | Kolom | PusatBudaya | Kolom | IlustrasiPuisi | CoverStory | KotaToea | Kolom | LembagaNegara | CalonGubernur | LembagaDKI | WorldMayor | Pencerahan | Expo | BataviaseSpecials | Iboekoe | Buku | Rohani | KoranIbu | Terapi | Rekreasi | Transportasi | Frontpages | HealthBeauty | LivingInJakarta | SleeplessJakarta | 24 Jam | Kotakatikotak |

Kenapa Bataviase Nouvelles

Koran ini dinamakan Bataviase Nouvelles. Nama yang janggal untuk sebuah koran. Nama yang susah diingat, tidak lazim dengan pelafalan ganjil. Namun mengikuti kronik, Bataviase Nouvelles tercatat sebagai koran tertua. Berita berkala pertama yang terbit dari mesin cetak pertama yang pernah berlabuh di negeri bawah angin, nusantara. Negeri terperintah tanah jajahan Hindia Belanda.

Bataviase merujuk tentang sebutan yang diharapkan berlaku pada orang-orang Batavia, mereka yang hidup di Batavia, atau mereka yang berselera Batavia. Istilah Bataviase mengingatkan kita pada Parisian untuk orang-orang Paris, atau New Yorker untuk menyebut New York, atau Berliner untuk penduduk Berlin. Batavia saat itu mulai menjadi kota dunia. Persinggahan dari para penjelajah ke dunia timur, hingga kota ini berjuluk Queen of the East.

Tetapi Nouvelles mewakili sikap dan sifat kebaruan. Sebuah semangat yang berkecambah sebelum modernitas ditemukan. Nouvelles menunjukan tanda, status dan keberlainan. Ia ingin menjadi yang pertama pada masanya, ingin yang terdepan dan ingin menjadi pilihan dari berbagai pilihan yang tersedia.
Jelaslah, Bataviase Nouvelles, merupakan suatu gaya hidup. Ciri-ciri Bataviase yang digambarkan oleh pendirinya Jan Erdman Jordens adalah: kosmopolit, penjelajah, multikultur, liberal, sadar ekonomi, kota maritim, berorientasi seni, peka kekuasaan, sadar pada heritage dan bersifat komunal-elitis.

Koran pertama ini hanya hidup dua tahun. Tercetak pertama 8 Agustus 1744 namun ditutup pada 7 Juni 1746. Dewan XVII yang merupakan pusat kebijakan VOC di Belanda mengirim surat ke Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk melarang penerbitan Bataviase. Mereka khawatir berita-berita tentang kondisi perdagangan Hindia Belanda akan dimanfaatkan para pesaingnya di Eropa. Pandangan liberalnya dianggap berbahaya bagi pengendalian pasar. Jadilah Bataviase Nouvelles menjadi koran pertama yang dibredel pertama.

Setelah terendam dua ratus enam puluh dua tahun, 262 tahun, koran ini dibangkitkan kembali dengan konsep dan rubrik sebagaimana awalnya. Tiga rubrik yang menjadi cirinya ; agenda dan maklumat pemerintah, berita lelang dan advertensi, serta berita-berita ringan tentang gaya hidup bataviase yang diselingi berita perjalanan negeri-negeri atas angin. Ketiga rubrik ini dihidupkan kembali sebagaimana awalnya, dikaitkan dengan perkembangan semasa.

Bataviase Nouvelles, sebagaimana tujuan dari penerbitannya, ingin sebagai koran dengan moto “agenda pilihan dari pilihan warga”.[ Taufik Rahzen ]

12 Juni 2006

Sosok

| ”Doel, sekali-kali jadi gubernur Jakarta.” | Balet adalah Agama Saya | Surat dari seorang Rasta | Musik, Vespa, dan Wanita |

Wawancara

| Aku akan bikin skenario besar Jakarta | Gue ingin reggae Indonesia go internasional! | Bila Meneruskan Rencana Ali Sadikin, Saya Percaya… |

09 Juni 2006

Edisi 04

Salam Bataviase | Monas | Belanja | MakanMinum | KotaToea | JalanTersohor | Clubbing | JavaJazz | Gelar Musik | Pentas | Film | Rohani | PusatBudaya | Pameran | Zenith | Terapi | CoverStory | Buku | IlustrasiPuisi | Expo | Pencerahan | LembagaSwadaya | LembagaNegara | LembagaDKI | CalonGubernur | WorldMayor | BataviaseSpecials | LivingInJakarta | TourTravel | Rekreasi | KoranIbu | Nagara | Ibuku | EsaiFoto | Transportasi | FrontPages | 24Jam | SleeplessJakarta | Kotakatikotak |

Edisi 03

SalamBataviase | ToursTravel | MakanMinum | JalanTersohor | Clubbing | PentasMusik | Buku | Zenith | GelarFilm | SeniBudaya | Pencerahan | CoverStory | KisahIlustrasi | LembagaNegara | LembagaDKI | Gubernur | LembagaSwadaya | BataviaSpecials | KoranTua | HealthBeauty | Rekreasi | Transportasi | Belanja | Lelang | Expo | LivingInJakarta | Rohani | 24jam | ZeroWaste | Otakatikotak |

Edisi 02

Salam Bataviase | SeniBudaya | Film | MakanMinum | Belanja | JalanTersohor | LembagaNegara | KotaToea | KoranTua | Zenith | Gubernur | LembagaDKI | KisahIlustrasi | Rekreasi | TourTravel | Lelang | Expo | Pencerahan | HealthBeauty | Rohani | RadioTV | FrontPages | 24jam |

Edisi 01

Kenapa Bataviase Nouvelles | FirstLook | Bisnis | Pleasure | SeniBudaya | Expo | Belanja | Festival Schouwburg | Lelang | HealthBeauty | SelfImprovement | KotaToea | Kisah | TempoDoeloe | Zenith | Rekreasi | TourTravel | 24jam | Rohani | RadioTV | FrontPages